2/12/2010

Saat Rupiah Masih "enak"

Waktu Rupiah Masih Enak
artikel ini saya baca dari sebuah tabloid Intisari tahun 1999, pada waktu tabloid ini terbit suasana ekonomi negeri kita ini masih dalam tahap perbaikan dalam nilai rupiah terhadap dollar. Adalah Slamet Soesano yang bercerita kehidupannya tentang rupiah saat masih "enak". Penasaran bagaimana rasanya rupiah yang masih "enak" dan tidak mencekik ? Simak cerita beliau di bawah ini.


Saya masih kelas 3 MLS ( Middelbare Landbouw School ) Bogor, di negara Pasundan, Repoeblik Indonesia Serikat, ketika tahun 1950 negara itu bersama Repoeblik Indonesia dari Yogya berfusi menjadi Repoeblik Indonesia. Dengan begitu, uang merah Belanda di negara Pasundan beredar bersama - sama dengan uang putih ORI (Oeang Repoeblik Indonesia).

Ketika Menteri Keuangan Meester Sjafrudin Prawiranegara memerintahkan agar semua uang merah Rp. 5,- keatas di gunting menjadi dua bagian, banyak orang pingsan, setengah mati atau geram-geram, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.

Saya sendiri tidak apa-apa, karena jarang mempunyai uang besar. Uang saku dari orang tua hanya Rp. 4,- sebulan. Selalu receh - receh seperti pecahan 5 sen, ketip (10 sen), atau setalen (25 sen) dari logam yang bentuknya bulat, sesuku (50 sen), atau kadang-kadang Rp. 1,-. Kedua recehan terakhir itu berupa uang kertas pesegi panjang.

Pada 1951 saya lulus sekolah dan bekerja di Laboratorium Perikanan Darat Bogor, di bawah Kementrian Pertanian, dengan gaji Rp. 250,- sebulan. Dipotong Rp. 50,- untuk bayar kos di rumah keluarga menengah, sisa gaji saya masih banyak. DIpakai bersenang-senang tiap akhir pekan, beli pakaian setiap bulan, dan jajan sehari-hari, tetap terasa banyak.

Tiap Sabtu malam yang di sebut "Malem Minggu", saya berkunjung ke dan menginap di rumah paman di Jakarta. dengan naik oplet Bogor - Jakarta lewat Cibinong. Tarifnya Rp. 1,5,-.DI "Malem Minngu" itu saya selalu menonton bioskop di Metropole bersama teman istimewa. Karcisnya Rp1,- (untuk kelas 3,baris depan),  Rp2,- (untuk kelas 2,di tengah),  Rp3,- (kelas 1,di belakang), dan Rp 3,5 (untuk balkon di atas kepala penonton kelas 1).

Dibandingkan dengan harga beras yang 16 sen sliter.karcis bioskop itu mahal.Tetapi dibandingkan dengan gaji pegawai negri menegah (bukan sarjana) yang ratusan rupiah,karcis itu murah sekali.

Haru Minggu saya ingin dengan pesiarbersama teman istimewa itu ke pantai  Zanndvoort di bilanga priok,atau ke cilincing di sebelah timurnya.Anggaran bersenang-senang tiap akhir pekan itu cuma Rp 20,-termasuk makan bersama ami intime itu di restoran elite Capitol.di pintu Air.kalau di kalikan empat hanya RP 80,- sebulan. Gaji masih tersisa banyak.

Semila saya tidak mengerti mengapa uang rupiah hasil guntingan Sjafrudin begitu "enek rasanya".Baru setahun kemudian saya paham. Pertam,jumlah uang yang di cetak hanya sedikit. Penduduk yang mengedarkan (memakai) uang itu pun masih sedikit. Penduduk Jakarta hanya 1,5 juta orang waktu itu.

Kedua, kebutuhan hidup masih sedikit. Pesawat TV,tape recorder, dan radio kaset tidak ada, sehingga tidak mendorong orang untuk membelinya secara kreditan.Hiburan saya sehari-hari hanya radio roti yang harganya cuma Rp 75,-, Radio juga kecil,bentuknya seperti roti tawar yang besar. 

ketiga distribusi barang lancar.Sampai kedesa-desa diluar batas ibukota kabupaten pun ada toko pedagang P&D (provisien en drenken) yang kemudian menjadi M&M (makanan dan minuman).Sekarang orang menyebutnya Waserba (warung serba ada ) meski isinya banyak yang tiba-tiba tidak ada.

Pengusaha toko P & D itu kebanyakan orang cina, atau orang indonesia keturunan. Cara mereka jujur sekali, dengan harga eceran yang kompetitif. Tidak ada yang menaikkan harga EZ yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi rakyat konsumen. EZ kependekan dari Departemen van Economische Zaken warisan belanda, walau kementriannya sudah berubah menjadi Kemakmuran, harga itu masih disebut harga EZ. Tetapi menjelang pemilu 1 tahun 1955, inflasi mulai karena gejolak poltitik berkepanjangan sampai memacetkan produksi dan distribusi barang. Perdangan kacau, sehingga gaji saya sebagai pegawai negeri tidak enak lagi. (Slamet Soesono).


Banyak yang unk dan menarik, serta original. Hanya di Blackantzz.com

0 Komentar:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan, Jangan pake SPAM ya!!! terima kasih !!

 

Term of Use

Beberapa artikel dan postingan yang ada disini murni hasil tulisan tangan dari saya, pembaca dapat menggunakan artikel ini dengan syarat mencantumkan sumber artikel.

Download Chrome

Copyright © 2016 - BlackAntzz is powered by Rhatomi.com - All rights reserved